PENDAPAT SEKS EDUCATION DIMASUKKAN KE DALAM
PENGAJARAN DI SEKOLAH, ASPEK DAN CARA PENYAMPAIANNYA
Selama ini membicarakan masalah seks adalah hal yang
dianggap tabu bagi sebagian besar orang Indonesia dikarenakan kultur dan budaya
kita mengikuti budaya timur. Hal ini dikarenakan mind set kita dalam mengenal seks
juga salah, kita selalu menghubung-hubungkan masalah seks dengan hubungan intim
yang justru akan mendorong remaja berhubungan seks . Padahal menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), seks diartikan sebagai jenis kelamin, yang
secara biologis adalah alat kelamin pria (penis) dan alat kelamin wanita
(vagina).
Semakin berkembangnya zaman dan teknologi peredaran
media yang berbau seks sudah tidak dapat terbendung lagi yang menimbulkan
masalah seks yang selalu bertambah dari tahun ke tahun. Dapat kita lihat dari
penuturan Mestika (1996) yang merangkum
dari hasil penelitian para pengamat masalah sosial remaja dibeberapa kota besar
antara lain: Sarwono (1970) meneliti 117 remaja di Jakarta dan menemukan bahwa
4,1% pernah melakukan hubungan seks. Beberapa tahun kemudian, Eko (1983)
meneliti 461 remaja dan dari penelitian ini diperoleh data bahwa 8,2%
diantaranya pernah melakukan hubungan seks dan 10% diantaranya menganggap bahwa
hubungan seks pranikah adalah wajar. Survei yang dilakukan Tjitarra juga
memaparkan bahwa mayoritas dari mereka berpendidikan SMA ke atas, 23% di
antaranya berusia 15 – 20 tahun, dan 77% berusia 20 – 25 tahun.
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa remaja SMA
merupakan salah satu pelaku hubungan seks pranikah yang cukup besar, oleh
karena itu diperlukan suatu sex education
pada remaja untuk mencegah terjadinya seks pranikah. Remaja perlu ditumbuhkan kesadaran akan perlunya
suatu sikap menghargai dan tanggung jawab terhadap dirinya dan lingkungan
melalui informasi tentang hakikat seksualitas pada diri mereka dan pada diri
manusia pada umumnya secara benar. Sex
education dapat dilakukan di sekolah dan di rumah, namun sayangnya masih
banyak orang tua yang menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal
yang tabu. Sehingga sex education di
lingkungan sekolah menjadi salah satu upaya paling efektif dan penting untuk
pertumbuhan remaja. Diharapkan dengan adanya sex education di sekolah para remaja mendapatkan informasi pembelajaran
seks yang tidak didapatkan di lingkungan rumah sehingga dapat mengurangi
masalah-masalah seks seperti AIDS, HIV, kehamilan yang tidak di inginkan dan
seks pra nikah.
Adapun aspek-aspek materi pendidikan seks yang diberikan di sekolah harus sesuai dengan
jenjang pendidikan yang di tempuh.
Antara lain sebagai berikut :
Sekolah Dasar (SD) –> Terutama Kelas 5-6 SD
(memasuki usia remaja)
- Keterbukaan
pada orang tua.
- Pengarahan
akan persepsi mereka tentang seks bahwa hal tersebut mengacu pada ‘jenis kelamin’
dan bukan lagi tentang hal-hal di luar itu (hubungan laki-laki dan
perempuan; proses membuat anak; dsb.).
- Perbedaan
antara laki-laki dan perempuan.
- Pengenalan
bagian tubuh, organ, dan fungsinya.
- Memakai
bahasa yang baik dan benar tentang seks à menggunakan bahasa ilmiah,
seperti ‘Penis’, ‘Vagina’.
- Pengenalan
sistem organ seks secara sederhana.
- Anatomi
sistem reproduksi secara sederhana.
- Cara
merawat kesehatan dan kebersihan organ tubuh, termasuk organ seks/organ
reproduksi.
- Mengajarkan
anak untuk menghargai dan melindungi tubuhnya sendiri.
- Proses
kehamilan dan persalinan sederhana.
- Mempersiapkan
anak untuk memasuki masa pubertas.
- Perkembangan
fisik dan psikologis yang terjadi pada remaja.
- Ciri
seksualitas primer dan sekunder.
- Proses
terjadinya mimpi basah.
- Proses
terjadinya ovulasi dan menstruasi secara sederhana.
- Memberikan
pemahaman bagi para siswa mengenai pendidikan seksual agar siswa dapat
memiliki sikap positif dan perilaku yang bertanggung jawab terhadap
kesehatan reproduksinya secara umum.
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
- Menjelaskan
sistem organ seks dengan cukup detail.
- Proses
kehamilan dan persalinan agak detail.
- Sedikit
materi tambahan tentang kondisi patologis pada sistem organ seks.
- Memperluas
apa yang telah dibicarakan di SD kelas 5 dan 6, yakni identitas remaja,
pergaulan, dari mana kau berasal, proses melahirkan, dan tanggung jawab
moral dalam pergaulan.
- Lebih
mengarah ke penyuluhan ‘Safe Sex’. Bukan hanya untuk menhindari
kehamilan, tapi juga menhindari penyakit-penyakit seksual.
Sekolah
Menengah Atas (SMA)
- Menjelaskan
secara detail dan lengkap materi tersebut di atas, ditambah bahaya
penyakit menular seksual (PMS), terutama HIV/AIDS.
- Mendalami
lagi apa yang telah diberikan di SD dan SLTP yakni secara psikologis pria
dan wanita, paham keluarga secara sosiologi, masalah pacaran dan tunangan,
komunikasi, pilihan cara hidup menikah atau membujang, pergaulan pria dan
wanita, tubuh manusia yang berharga, penilaian etis yang bertanggung jawab
sekitar masalah-masalah seksual dan perkawinan.
Cara penyampaian pada sex
education pada siswa di sekolah berbeda-beda tergantung dengan jenjang
pendidikan yang di duduki oleh siswa tersebut. Kita tidak bisa menyamakan cara
penyampaian sex education untuk anak
SD dan SMA. Untuk siswa SD cara penyampaiannya dapat dilakukan dengan
permainan. Semakin tinggi jenjang pendidikannya maka cara penyampaiannya juga
semakin serius. Contoh cara penyampaian untuk siswa SMA : mendatangkan ahli
seksiolog, menjadikan suatu tema dalam mata pelajaran bimbingan konseling dll.
DAFTAR PUSTAKA